Rabu, 18 November 2015

Tokoh Pustakawan



Lasa Harsana:
Pustakawan Progresif Indonesia

Perkembangan pemahaman kepustakawan  di Indonesia tentu saja tidak terlepas dari peran aktif para pustakawan ataupun pemerhati dunia kepustakawanan. Para tokoh tersebut telah menyumbangkan pemikirannya sehingga wawasan masyarakat lebih terbuka. Lasa Harsana merupakan salah satu pustakawan yang ulung. Beliau terus meningkatkan progresifitas intelektualnya sehingga jabatan pustakawan utama (setaraf guru besar pada jabatan fungsional dosen di perguruan tinggi) telah diperoleh pada September 2007. Lebih dari 200 artikel hasil pemikiran beliau telah dimuat di media cetak Yogyakara, Surakarta, Semarang, Surabaya, Bogor, Jakarta, Riau.

Kehidupan Awal dan Pendidikan Dasar
Lasa Harsana (Lasa Hs), dilahirkan di Boyolali pada 1 Januari 1948. Sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Pendidikan awal beliau dapatkan dari kedua orang tuanya, dilanjutkan ke Sekolah rakyat islam mamba’ulum di Boyolali selama, selanjutnya ke Madrasah tsanawiyah al-Islam di Boyolali, dan menyelesaikan Madrasah ‘Aliyah al-Islam di Surakarta. Pendidikan berkarakter islam dan dengan menjaga konsistensi  hingga saat ini beliau bersosok religius.
Pendidikan kesarjanaannya ditempuh pada program studi Bahasa Arab Fakultas Sastra dan Kebudayaan (sekarang fakultas Ilmu Budaya) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta tahun 1979. Kemudian beliau memperoleh pendidikan dan latihan perpustakaan di UGM tahun 1973, penataran Perpustakaan Kopertis wilayah V DIY, Program sertifikat ahli perpustakaan Fak. Sastra UI Jakarta, magang pengelolaan terbitan berkala  di UPT Perpustakaan ITB Bandung, penataran tim penilai angka kredit pustakawan Tk.  Nasional di Perpusnas RI Jakarta.  Sedangkan gelar Magister Sains Manajemen Perpustakaan dari Pascasarjana UGM  tahun 2002.

Pengalaman dan Basis Pemikiran
Profesi sebagai pustakawan ditekuni sejak tahun 1972 dan dikukuhkan sebagai pustakawan utama pada tahun 2007 di UPT Perpustakaan UGM unit I. Pernah bekerja di perpustakaan Fak. Teknologi Pertanian UGM (1972-Oktober 2006). Perpustakaan Akademi arsitektur YKPN (1975-1980). Fakultas Sastra dan Kebudayaan UGM. Fakultas kehutanan UGM. Institut Pertanian Yogyakarta (1983-2008). Pernah menjabat sebagai kepala bidang pelayanan perpustakaan UGM (Nov 2006- Jan.2012). Kini Kepala Perpustakaan Ubiversitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Selain pustakawan, beliau juga pernah berprofesi sebagai guru SMP Muh. Depok (1972-1973, dosen agama islam  di Akademi Manajemen Putra Jaya (1985-1990, dosen agama islam di Institut Pertanian (1983-2006), dosen D3 Ilmu Perpustakaan FISIPOL UGM dan Fak. Adab UIN SUKA (1999-), dosen program studi manajemen inf. dan perp. FISIP UGM (1992-2005), dosen  Fak. Teknologi Pertanian UGM (2002-2011), dosen Pascasarjana Ilmu perpustakaan IIS UIN Suka (2009-2011), dosen ilmu perpustakaan UT Surakarta dan DIY.
Di organisasi profesi, beliau pernah menjadi anggota pengurus IPI DIY (1990-1993), anggota pengurus majelis pustaka PP Muhamadiyah (1995-2000), wakil ketua forum perpustakaan perguruan tinggi indonesia DIY (2003-2006), anggota pengurus lembaga pustaka dan informasi PP Muhamadiyah (2005-2010), wakil ketua lembaga pustaka dan informasi PDM kota Yogyakarta (2005-2010), anggota pengurus majelis pustaka& informasi PP Muhamadiyah (2011-2015), pendiri himpunan pengelola perpustakaan sekolah muhamadiyah kota Yogyakarta, ketua forum silaturahim perpustakaan perguruan tinggi muhamadiyah (2012-2014).
Di bidang redaksional, pernah menjadi redaksi buletin Al Fata, Al Fikr, Agritech (Fak. Tekn. Pertanian UGM), Media informasi (Perp. Pusat UGM), Berkala ilmu perpustakaan dan informasi (Perpustakaan Pusat UGM), Palmisest (jur. Ilmu perpustakaan FISIPOL UNAIR Surabaya), Mentari (PDM kota Yogyakarta, dan reviewer unilib (Direktorat Perpustakaan UII Yogyakarta).
Aktivitas beliau saat ini adalah Kepala Perpustakaan UMY, asesor BAN PT DIKTI Kemendikbud RI, anggota Tim perumus standar nasional perpustakaan sekolah dan standar nasional perguruan tinggi, anggota pengurus dewan perpustakaan DIY, anggota tim penilai jabatan fungsional pustakawan UII Yogyakarta, pembicara dalam berbagai seminar.
Hasil Karya
Lasa Hs mulai aktif menulis sejak remaja. Pada awalnya beliau  banyak menulis dengan topik  keagamaan. Seiring perjalanan waktu beliau konsen pada empat topik  penulisan yaitu religi (agama), kepustakawanan, penulisan, dan manajemen. Sampai saat ini telah lebih dari dua ratus artikel hasil pemikiran beliau dimuat di media cetak Yogyakara, Surakarta, Semarang, Surabaya, Bogor, Jakarta, Riau. Beberapa artikel  tersebut antara lain peran informasi IPTEK dalam alih informasi (Media Informasi, IV (2) Juni 1997), Celah-celah tulisan pustakawan (Media Pustakawan, IV (3) September 1997), Pengembangan karir dan profesi pustakawan (Buletin Perpustakaan, (2) April 1997), Dibalik angka kredit dan pengumpulannya (Wahana Informasi Perpusdokinfo, Vol. 18, Ed. Juli 2014).
Adapun karya tulis dalam bentuk buku 45 judul, diterbitkan oleh 13 penerbit dan masih terdapat beberapa dalam bentuk draff. Adapun judul buku hasil pemikiran beliau antara lain Ensiklopedi Muhammadiyah (karya bersama, Rajagrafindo, 2005), Kamus istilah perpustakaan (Kanisius, 1990, 1993, Gadjah Mada University Press, 1998), Membina  Perpustakaan Sekolah Islam dan Madrasah (dicetak 10.000 eks. Oleh Adicita Karya Nusa, 2004), Manajemen Perpustakaan (Ga ma Media, 2005),  Petunjuk Pengelolaan Perpustakaan Masjid (Gadjah Mada University Press, 1998), Manajemen Perpustakaan Sekolah (Pinus, 2007), Manajemen Perpustakaan Sekolah/ Madrasah (Ombak, 2013), dan yang lainnya.

Kritikan dari tokoh lain
Menurut Lasa Hs kritikan dari tokoh lain paling banyak pada karya tulisnya yang dianggap kurang mutu, kurang ilmiah dan beberapa cibiran “nek nulis ngono we iso” (kalau cuma tulisan seperti itu aku juga bisa, red.). Semua kritikan dijawab dengan bukti, dengan terus berkarya dalam bentuk tulisan.

Kontribusi pemikiran Lasa Hs bagi Dunia Kepustakawanan
Adapun kontribusi pemikiran Lasa Hs bagi dunia kepustakawanan, antara lain:
a)      Lasa Hs telah mencurahkan pemikirannya melalui tulisan yang dapat digunakan sebagai referensi yang tentu saja bermanfaat bagi perkembangan kepustakawanan di Indonesia, salah satu kasil karya bidang kepustakawanan adalah Kamus Istilah Perpustakaan yang  menjadi trademark Lasa Hs.
b)      Berperan serta dalam penyusunan Standar Nasional Perpustakaan Sekolah
c)      Menjadi asesor BAN PT DIKTI Kemendikbd RI.
d)     Berperan dalam pengembangan pendidikan formal bidang perpustakaan di Indonesia.

Harapan Lasa Hs terhadap Dunia Kepustakawanan
Harapan Lasa Hs terhadap dunia kepustakawanan, antara lain:
a)      Setelah perkembangan teknologi saat ini, telah banyak pula pustakawan berpendidikan S1 maupun S2, bahkan lulusan luar negeri, beliau berharap generasi ini lebih produktif dalam membuat  karya tulis sehingga citra pustakawan semakin baik di mata masyarakat.
b)      Harapan bagi universitas penyelenggara pendidikan formal ilmu perpustakaan dan informasi untuk bisa melahirkan pustakawan berkompentensi khusus.  Misalnya pustakawan perpustakaan islam  dengan kemampuan arab gundul. Saat ini terjadi kendala dalam pengolahan koleksi dengan tulisan arab gundul. Harapan kedepannya kompetensi khusus ini menjadi “pustakawan spesialis”. Seperti halnya dokter spesialis mata, dan seterusnya.
c)      Secara pribadi Lasa Hs berharap untuk terus berkarya untuk memberikan manfaat yang lebih luas bagi kepustakawanan.

Filsafat Hidup
            Membaca tanpa menulis ibarat orang pincang berjalan, membaca saja tidak cukup harus diseimbangkan dengan menulis. Menulis sama saja menuangkan ide yang didapat dari membaca. Menulis tanpa membaca ibarat orang buta berjalan, untuk bisa menulis harus banyak membaca. Dengan membaca akan mendapatkan banyak ide untuk menulis. Sehingga beliau ingin menjadi orang yang “awas” dan bisa berjalan sehingga bisa bergerak cepat. Ide kecil akan jadi apa-apa bila diperjuangkan namun ide besar tidak akan jadi apa-apa kalau hanya disimpan di otak. Filsafat hidup tersebut beliau pegang dan terus dijalani, dan beliau tetap eksis menjadi pustakawan progesif. Selanjutnya, semangat beliau untuk iklas berbagi ilmu, menjadi “virus” membuat #banggasebagaipustakawan. Ayo majulah Pustakawan Indonesia! #KIMV

DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Safrudin. 2012. Menjadi Pustakawan Progresif. Yogyakarta: Idea Press
Lasa Hs. 2008. Manajemen Perpustakaan.Ygyakarta: Gama Media
-----------. 2009. Manajemen Perpustakaan Sekolah. Yogyakarta: Pinus
----------.2013. Manajemen Perpustakaan Sekolah/ Madrasah Revisi. Yogyakarta: Ombak

Rabu, 11 November 2015

Spirit



Gairah Luna di Lereng Gunung Slamet
 
Perkembangan suatu bangsa dapat terlihat dari besarnya penduduk yang berada pada wilayah negara tersebut. Namun demikian kuantitas penduduk yang diimbangi kualitas yang dimiliki tentu saja akan lebih memperkuat keberadaan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang menjadikan penduduk  berkualitas. Di luar itu, manusia membutuhkan pendidikan lebih khususnya ilmu pengetahuan untuk bisa bertahan hidup dan memenangkan persaingan. Di Indonesia dikenal berbagai model pendidikan, baik pendidikan formal dan juga pendidikan informal. Dalam pendidikan formal, keberadaan perpustakaan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari institusi pendidikan sebagai lembaga induk yang menaungi perpustakaan tersebut. Akantetapi,  kenyataannya tidak semua penduduk dapat menikmati pendidikan formal. Hal ini dapat terjadi karena berbagai faktor. Salah satu faktor adalah tidak tersedianya pendidikan formal dalam suatu wilayah atau lebih tepatnya tidak tersedia sarana yang menjamin penduduk untuk mendapatkan pendidikan formal.
Dalam hal ini pemerintah menetapkan kebijaksanaan khususnya dalam pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan informasi bagi semua masyarakat Indonesia yang diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan bangsa serta meningkatkan kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Wujud kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kualitas penduduk Indonesia adalah menyelenggarakan perpustakaan desa. Keberadaan perpustakaan di pedesaan sebagai salah satu sarana/media yang amat efisien dan efektif untuk mendapatkan infornasi. Selain itu perpustakaan desa sebagai sarana masyarakat dalam memperoleh pendidikan sepanjang hayat. Namun demikian, keberadaan perpustakaan desa kurang “menyentuh masyarakat”, meskipun penyelenggara perpustakaan desa adalah pemerintah. Hal ini terlihat di desa Serang, Purbalingga sebagian besar warga Serang, lebih mengenal “Luna si Kudapustaka” dibandingakan dengan perpustakaan desa yang notabene diselenggarakan oleh pemerintah.
            Ide awal keberadaan Kudapustaka adalah hobi terhadap kuda sehingga mempertemukan dua sahabat yakni Ridwan Sururi dan Nirwan Arsuka. Kedua sahabat ini berpikiran bagaimana cara menikmati hobi namun dapat memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar. Nirwan Arsuka menganggap dengan memberikan bacaan gratis bagi warga akan memberikan manfaat bagi lingkungan. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya pada awal Januari 2015 mulai membuka perpustakaan keliling. Dalam menawarkan koleksinya, Ridwan ditemani Luna. Luna adalah nama seekor kuda yang tadinya liar, tetapi berhasil dijinakkan. Dalam kegiatan perpustakaan keliling Luna yang dengan setia membawakan buku-buku dan mengantarkannya kepada para pemustaka. Luna tampak bersahabat karena dia tidak menendang dan menggigit, makanya para pemustaka senang bertemu dengannya. Akhirnya perpustakaan keliling ini dikenal dengan “Kudapustaka” karena memang dalam aktivitasnya menggunakan kuda sebagai salah satu sarananya.
 Luna mengantar koleksi buku-buku untuk bertemu pemustakanya di desa Serang. Secara geografis Kecamatan Karangreja merupakan daerah pegunungan berada pada ketinggian +790 dpl, dengan batas wilayah: sebelah timur: Kecamatan Karang Jambu, sebelah selatan: Kecamtan Bobotsari, sebelah barat: Kecamatan Mrebet dan Lereng Gunung Slamet Kabupaten Banyumas.  Serang merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah, berbatasan langsung dengan Desa Kutabawa dan wilayahnya merupakan daerah dataran tinggi atau lerang gunung Slamet dengan ketinggian sekitar 650 - 1.300 m dpl, serta curah hujan yang cukup tinggi sekitar 6,240 mm dengan suhu rata-rata 20° C. Sebagian besar pekarangan rumah warga dimanfaatkan untuk warung hidup, lumbung hidup, tanaman obat keluarga, tanaman keras, pertanian, peternakan dan perikanan. Dari jumlah rumah penduduk sebanyak 1.993 buah, hampir 88 persen pekarangan rumah warga dimanfaatkan kegiatan bercocok tanam dan usaha lainnya. Hasil mengelola halaman rumah, juga dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan meningkatkan ekonomi masyarakat.  Stroberi merupakan salah satu komoditas unggulan yang ada di desa serang dan kabupaten Pubalingga pada umumnya, stroberi dapat tumbuh baik di dataran tinggi yang mempunyai ketinggian anatara 1.000 s/d 1.300 mdpl.
Kegiatan utama Kudapustaka adalah menyebarkan bacaan dan tontonan yang bagus dengan menggunakan kuda. Buku-buku dan koleksi  dibawa berkeliling bersama Luna menemui pemustaka. Pemustaka potensial kuda pustaka adalah beberapa sekolah dasar dan TPQ Miftahul Huda di desa Serang.  Namun demikian para remaja, ibu-ibu dan para bapak juga dilayani. Kedatangan pasangan ini dinanti, dan kehadiran mereka membuat anak-anak berhamburan menyerbu buku-buku yang dibawa Luna,  sebelum duduk anteng menikmati bacaan yang fisiknya mungkin tak terlalu menarik itu. Padahal, anak-anak dan orang tuanya itu sebenarnya kenal perpustakaan yang lain, yakni perpustakaan desa dan perpustakaan sekolah, yang buku-bukunya lebih kinclong. Namun perpustakaan desa dan sekolah ini tak (belum) membangkitkan gairah sebesar yang ditimbulkan oleh pustaka sederhana yang diangkut Luna.
Untuk menopang kegiatan penyebaran bacaan, Kudapustaka memutuskan membangun usaha kecil ternak ayam kampung. Bulan April 2015, tiang-tiang utama kandang mulai ditegakkan. Kandang ayam didirikan tepat bersebelahan dengan kandang si Luna dan teman-temannya. Diharapkan dari usaha ini, dapat terkumpul cukup dana untuk terus-menerus menambah koleksi bacaan dan menambah koleksi kuda pustaka berupa seperangkat alat penayangan DVD atau Blu-ray agar anak-anak dan masyarakat Desa Serang dapat menikmati tontonan bermutu, khususnya film-film dokumenter yang nilainya sudah diakui. Selanjutnya, kuda pustaka merencanakan untuk mengadakan berbagai lomba yang bertujuan meningkatkan kemampuan masyarakat.
Kegiatan Kudapustaka berperan (a) sebagai sumber informasi serta tempat rekreasi yang murah dan bermanfaat, peran ini terlihat ketika para pemustaka dapat menikmati buku-buku yang dibawa Luna dan pemustaka membacanya Selain itu pemustaka mendapat informasi ataupun aneka tips yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari; (b) Menghubungkan informasi yang terkandung dalam koleksi kepada pemustaka, peran ini terlihat ketika pemustaka membaca koleksi Kudapustaka. Secara otomatis Kudapustaka telah menghubungkan antara penulis buku dengan pemustaka; (c) Menjalin dan mengembangkan komunikasi antar pemustaka, peran ini terlihat ketika para pemustaka menunggu kedatangan kuda pustaka. Pada saat menunggu dan juga melakukan peminjaman tentu saja terjalin komunikasi antar pemustaka; (d) Mengembangkan minat baca, kegemaran, kebiasaan, dan budaya membaca bagi masyarakat. Peran ini jelas terlihat, ketika belum ada kuda pustaka masyarakat seakan “terbatas” minat bacanya karena belum memiliki buku namun sekarang mereka dapat membaca dengan gratis tanpa membeli buku; (e) Agen perubahan, terlihat ketika pemustaka mulai kritis terhadap informasi yang didapat; (f) Sarana pendidikan nonformal, peran ini jelas terlihat. Kudapustaka memberikan kesempatan para pemustakanya untuk dapat belajar sepanjang hayat, tidak terbatas pada pendidikan formal; (g) Memberikan contoh positif bagi  semua pihak khususnya para pustakawan untuk berkarya nyata dan memberikan karya nyata bagi bangsa.
            Beberapa hambatan yang terlihat adalah (a) Koleksi yang dimiliki masih relatif sedikit. Keterbatasan koleksi dapat dipahami, karena kuda pustaka lebih mengedepankan  sumbangan dari para donatur. Apabila mengadakan sendiri, kuda pustaka lebih memilih membeli buku-buku bekas; (b) Terbatasnya sarana kuda pustaka. Sarana yang terlihat pada kuda pustaka masih begitu sederhana. Namun demikian dengan semangat yang tinggi, meskipun dengan sarana terbatas tetap berusaha memberikan layanan yang terbaik; (c) Belum tersedianya anggaran yang mendukung kegiatan kuda pustaka. Pengelola telah berusaha melakukan aktivitas untuk mendukung anggran untuk kuda pustaka yaitu membuat kandang ayam sebagai sarana beternak ayam kampung, harapannya hasil dari peternakan ini dapat memperlancar aktivitas kuda pustaka; (d) Pengelola berfokus pada seorang saja. Hal ini terjadi karena memang kuda pustaka berawal dari ide perseorangan. Namun keadaan ini dapat menjadi hambatan ketika seseorang tersebut harus melakukan aktivitas lain yang tidak dapat ditinggalkan; (e) Belum nampak dukungan dari pemerintah. Meskipun ini gerakan perseorangan, namun dengan adanya kebijakan perpustakaan desa. Seharusnya pemerintah lebih memperhatikan kondisi di wilayahnya; (f) Faktor cuaca, hal ini menjadi hambatan karena kuda pustaka dalam mengantarkan buku-buku kepada pemustakanya memanfaatkan kuda. Cuaca hujan menjadi  tantangan tersendiri ketika mengantarkan buku-buku tersebut. Buku-buku yang basah dapat menjadi bencana bagi kuda pustaka.
Tantangan Kudapustaka dalam meningkatkan minat baca mayarakat antara lain: konsisten terhadap niat awal dibentuknya kuda pustaka, yakni memberikan manfaat bagi lingkungan dan menyebarkan bacaan serta tontonan yang bagus. Kuda pustaka hendaknya terus berkomitmen terhadap ide awal tersebut. Tantangan lain yakni pemustaka potensial adalah murid-murid sekolah dasar dan santri TPQ. Kelompok ini merupakan anak-anak yang masih berkisar umur 10 tahun. Mereka biasanya memiliki sifat cepat bosan. Kuda pustaka hendaknya memiliki strategi untuk mereka supaya tidak bosan dalam memanfaatkan buku-buku yang dimiliki kuda pustaka. Adanya hiburan lain, seperti acara di televisi dapat menjadi pilihan bagi para pemustaka yang sebagian besar adalah anak-anak. Hal ini bisa menjadi tantangan lain bagi kuda pustaka. Luna sebagai salah satu sarana yang merupakan mahluk hidup hendaknya terus dijaga kesehatannya agar memperlancar aktivitas yang dilakukan.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, aktivitas kuda pustaka dapat melakukan strategi, sebagai berikut. (a) Melibatkan pemustaka dalam mengelola kuda pustaka, misalnya merekrut atau memberikan jadwal kepada pemustaka untuk membantu menawarkan buku-buku koleksinya. Hal ini dapat dilakukan dalam mengatasi terbatasnya pengelola atau sumber daya manusia yang ada; (b) Lebih aktif mengajukan proposal untuk menarik dukungan pemerintah. Adanya kebijakan perpustakaan desa, hal ini dapat dilakukan; (c) Menjalin kerjasama dengan perpustakaan desa, hal ini dapat dilakukan dalam mengantisipasi terbatasnya koleksi. Koleksi yang dimiliki perpustakaan desa dapat ditawarkan bagi pemustakanya.
Keberadaan Kudapustaka, mengingatkan bahwa perpustakaan tidak bergantung pada tingginya gedung ataupun banyaknya koleksi, begitu juga bagi pengelolanya tidak bergantung pada gelar kesarjanaan. Pustaka pada akhirnya memang harus dilihat sebagai kerja dan cinta, bukan cuma himpunan barang. Bangunan perpustakaan yang bagus dan koleksi buku yang melimpah tentu saja penting, namun yang lebih penting adalah gairah untuk membuat kumpulan bacaan itu bisa hidup di benak para pembacanya.
Ridwan Sururi sebagai  pengelola dan Luna si Kudapustaka Gunung Slamet membuktikan hal itu. Dengan koleksi buku yang tidak terlalu banyak, sebagian besar adalah buku-buku bekas yang dibeli di pasar loak, telah  membuat budaya membaca masyarakat di desa lereng Gunung Slamet ini, tampak terus tumbuh. Hal ini memberi semangat ke pengelola Kudapustaka untuk selalu mengunjungi mereka dan terus memperbanyak koleksi bacaan. Gairah Luna di Lereng Gunung Slamet menunjukkan salah satu cara untuk turut membangun negeri ini. Selanjutnya, apa yang telah kita berikan bagi Indonesia tercinta?