Gairah
Luna di Lereng Gunung Slamet
Perkembangan suatu bangsa dapat terlihat
dari besarnya penduduk yang berada pada wilayah negara tersebut. Namun demikian
kuantitas penduduk yang diimbangi kualitas yang dimiliki tentu saja akan lebih
memperkuat keberadaan bangsa. Pendidikan merupakan salah satu aspek yang
menjadikan penduduk berkualitas. Di luar
itu, manusia membutuhkan pendidikan lebih khususnya ilmu pengetahuan untuk bisa
bertahan hidup dan memenangkan persaingan. Di Indonesia dikenal berbagai model
pendidikan, baik pendidikan formal dan juga pendidikan informal. Dalam
pendidikan formal, keberadaan perpustakaan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari institusi pendidikan sebagai lembaga induk yang menaungi
perpustakaan tersebut. Akantetapi, kenyataannya
tidak semua penduduk dapat menikmati pendidikan formal. Hal ini dapat terjadi
karena berbagai faktor. Salah satu faktor adalah tidak tersedianya pendidikan
formal dalam suatu wilayah atau lebih tepatnya tidak tersedia sarana yang
menjamin penduduk untuk mendapatkan pendidikan formal.
Dalam
hal ini pemerintah menetapkan kebijaksanaan khususnya dalam pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan dan informasi bagi semua masyarakat Indonesia
yang diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan bangsa serta meningkatkan
kemampuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan. Wujud kebijakan
pemerintah dalam meningkatkan kualitas penduduk Indonesia adalah menyelenggarakan
perpustakaan desa. Keberadaan perpustakaan di pedesaan sebagai salah satu
sarana/media yang amat efisien dan efektif untuk mendapatkan infornasi. Selain
itu perpustakaan desa sebagai sarana masyarakat dalam memperoleh pendidikan sepanjang
hayat. Namun demikian, keberadaan perpustakaan desa kurang “menyentuh
masyarakat”, meskipun penyelenggara perpustakaan desa adalah pemerintah. Hal
ini terlihat di desa Serang, Purbalingga sebagian besar warga Serang, lebih
mengenal “Luna si Kudapustaka” dibandingakan dengan perpustakaan desa yang notabene
diselenggarakan oleh pemerintah.
Ide
awal keberadaan Kudapustaka adalah hobi terhadap kuda sehingga mempertemukan
dua sahabat yakni Ridwan Sururi dan Nirwan Arsuka. Kedua sahabat ini berpikiran
bagaimana cara menikmati hobi namun dapat memberikan manfaat bagi lingkungan
sekitar. Nirwan Arsuka menganggap dengan memberikan bacaan gratis bagi warga
akan memberikan manfaat bagi lingkungan. Dengan berbagai pertimbangan akhirnya
pada awal Januari 2015 mulai membuka perpustakaan keliling. Dalam menawarkan
koleksinya, Ridwan ditemani Luna. Luna adalah nama seekor kuda yang tadinya
liar, tetapi berhasil dijinakkan. Dalam kegiatan perpustakaan keliling Luna
yang dengan setia membawakan buku-buku dan mengantarkannya kepada para
pemustaka. Luna tampak bersahabat karena dia tidak menendang dan menggigit,
makanya para pemustaka senang bertemu dengannya. Akhirnya perpustakaan keliling
ini dikenal dengan “Kudapustaka” karena memang dalam aktivitasnya menggunakan
kuda sebagai salah satu sarananya.
Luna
mengantar koleksi buku-buku untuk bertemu pemustakanya di desa Serang. Secara geografis Kecamatan Karangreja merupakan
daerah pegunungan berada pada ketinggian +790 dpl, dengan batas wilayah:
sebelah timur: Kecamatan Karang Jambu, sebelah selatan: Kecamtan Bobotsari,
sebelah barat: Kecamatan Mrebet dan Lereng Gunung Slamet Kabupaten Banyumas. Serang merupakan salah satu desa yang terletak
di wilayah Kecamatan Karangreja, Kabupaten Purbalingga, Provinsi Jawa Tengah,
berbatasan langsung dengan Desa Kutabawa dan wilayahnya merupakan daerah
dataran tinggi atau lerang gunung Slamet dengan ketinggian sekitar 650 - 1.300
m dpl, serta curah hujan yang cukup tinggi sekitar 6,240 mm dengan suhu
rata-rata 20° C. Sebagian besar pekarangan rumah warga dimanfaatkan untuk
warung hidup, lumbung hidup, tanaman obat keluarga, tanaman keras, pertanian,
peternakan dan perikanan. Dari jumlah rumah penduduk sebanyak 1.993 buah,
hampir 88 persen pekarangan rumah warga dimanfaatkan kegiatan bercocok tanam
dan usaha lainnya. Hasil mengelola halaman rumah, juga dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan meningkatkan ekonomi masyarakat. Stroberi merupakan salah satu komoditas
unggulan yang ada di desa serang dan kabupaten Pubalingga pada umumnya, stroberi
dapat tumbuh baik di dataran tinggi yang mempunyai ketinggian anatara 1.000 s/d
1.300 mdpl.
Kegiatan
utama Kudapustaka adalah menyebarkan bacaan dan tontonan yang bagus dengan
menggunakan kuda. Buku-buku dan koleksi dibawa berkeliling bersama Luna menemui
pemustaka. Pemustaka potensial kuda pustaka adalah beberapa sekolah dasar dan TPQ
Miftahul Huda di desa Serang. Namun
demikian para remaja, ibu-ibu dan para bapak juga dilayani. Kedatangan pasangan
ini dinanti, dan kehadiran mereka membuat anak-anak berhamburan menyerbu
buku-buku yang dibawa Luna, sebelum
duduk anteng menikmati bacaan yang fisiknya mungkin tak terlalu menarik itu.
Padahal, anak-anak dan orang tuanya itu sebenarnya kenal perpustakaan yang
lain, yakni perpustakaan desa dan perpustakaan sekolah, yang buku-bukunya lebih
kinclong. Namun perpustakaan desa dan sekolah ini tak (belum) membangkitkan
gairah sebesar yang ditimbulkan oleh pustaka sederhana yang diangkut Luna.
Untuk menopang kegiatan penyebaran
bacaan, Kudapustaka memutuskan membangun usaha kecil ternak ayam kampung. Bulan
April 2015, tiang-tiang utama kandang mulai ditegakkan. Kandang ayam didirikan
tepat bersebelahan dengan kandang si Luna dan teman-temannya. Diharapkan dari
usaha ini, dapat terkumpul cukup dana untuk terus-menerus menambah koleksi
bacaan dan menambah koleksi kuda pustaka berupa seperangkat alat penayangan DVD
atau Blu-ray agar anak-anak dan masyarakat Desa Serang dapat menikmati tontonan
bermutu, khususnya film-film dokumenter yang nilainya sudah diakui. Selanjutnya,
kuda pustaka merencanakan untuk mengadakan berbagai lomba yang bertujuan
meningkatkan kemampuan masyarakat.
Kegiatan Kudapustaka berperan (a) sebagai
sumber informasi serta tempat rekreasi yang murah dan bermanfaat, peran ini
terlihat ketika para pemustaka dapat menikmati buku-buku yang dibawa Luna dan
pemustaka membacanya Selain itu pemustaka mendapat informasi ataupun aneka tips
yang dapat dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari; (b) Menghubungkan
informasi yang terkandung dalam koleksi kepada pemustaka, peran ini terlihat
ketika pemustaka membaca koleksi Kudapustaka. Secara otomatis Kudapustaka
telah menghubungkan antara penulis buku dengan pemustaka; (c) Menjalin dan
mengembangkan komunikasi antar pemustaka, peran ini terlihat ketika para
pemustaka menunggu kedatangan kuda pustaka. Pada saat menunggu dan juga
melakukan peminjaman tentu saja terjalin komunikasi antar pemustaka; (d) Mengembangkan
minat baca, kegemaran, kebiasaan, dan budaya membaca bagi masyarakat. Peran ini
jelas terlihat, ketika belum ada kuda pustaka masyarakat seakan “terbatas”
minat bacanya karena belum memiliki buku namun sekarang mereka dapat membaca dengan
gratis tanpa membeli buku; (e) Agen perubahan, terlihat ketika pemustaka mulai
kritis terhadap informasi yang didapat; (f) Sarana pendidikan nonformal, peran
ini jelas terlihat. Kudapustaka memberikan kesempatan para pemustakanya untuk
dapat belajar sepanjang hayat, tidak terbatas pada pendidikan formal; (g) Memberikan
contoh positif bagi semua pihak
khususnya para pustakawan untuk berkarya nyata dan memberikan karya nyata bagi
bangsa.
Beberapa
hambatan yang terlihat adalah (a) Koleksi yang dimiliki masih relatif sedikit. Keterbatasan
koleksi dapat dipahami, karena kuda pustaka lebih mengedepankan sumbangan dari para donatur. Apabila
mengadakan sendiri, kuda pustaka lebih memilih membeli buku-buku bekas; (b) Terbatasnya
sarana kuda pustaka. Sarana yang terlihat pada kuda pustaka masih begitu
sederhana. Namun demikian dengan semangat yang tinggi, meskipun dengan sarana
terbatas tetap berusaha memberikan layanan yang terbaik; (c) Belum tersedianya
anggaran yang mendukung kegiatan kuda pustaka. Pengelola telah berusaha
melakukan aktivitas untuk mendukung anggran untuk kuda pustaka yaitu membuat
kandang ayam sebagai sarana beternak ayam kampung, harapannya hasil dari
peternakan ini dapat memperlancar aktivitas kuda pustaka; (d) Pengelola
berfokus pada seorang saja. Hal ini terjadi karena memang kuda pustaka berawal
dari ide perseorangan. Namun keadaan ini dapat menjadi hambatan ketika
seseorang tersebut harus melakukan aktivitas lain yang tidak dapat ditinggalkan;
(e) Belum nampak dukungan dari pemerintah. Meskipun ini gerakan perseorangan,
namun dengan adanya kebijakan perpustakaan desa. Seharusnya pemerintah lebih
memperhatikan kondisi di wilayahnya; (f) Faktor cuaca, hal ini menjadi hambatan
karena kuda pustaka dalam mengantarkan buku-buku kepada pemustakanya
memanfaatkan kuda. Cuaca hujan menjadi
tantangan tersendiri ketika mengantarkan buku-buku tersebut. Buku-buku
yang basah dapat menjadi bencana bagi kuda pustaka.
Tantangan Kudapustaka dalam meningkatkan minat baca
mayarakat antara lain: konsisten terhadap niat awal dibentuknya kuda pustaka,
yakni memberikan manfaat bagi lingkungan dan menyebarkan bacaan serta tontonan
yang bagus. Kuda pustaka hendaknya terus berkomitmen terhadap ide awal
tersebut. Tantangan lain yakni pemustaka potensial adalah murid-murid sekolah
dasar dan santri TPQ. Kelompok ini merupakan anak-anak yang masih berkisar umur
10 tahun. Mereka biasanya memiliki sifat cepat bosan. Kuda pustaka hendaknya
memiliki strategi untuk mereka supaya tidak bosan dalam memanfaatkan buku-buku
yang dimiliki kuda pustaka. Adanya hiburan lain, seperti acara di televisi
dapat menjadi pilihan bagi para pemustaka yang sebagian besar adalah anak-anak.
Hal ini bisa menjadi tantangan lain bagi kuda pustaka. Luna sebagai salah satu
sarana yang merupakan mahluk hidup hendaknya terus dijaga kesehatannya agar
memperlancar aktivitas yang dilakukan.
Dalam menghadapi tantangan tersebut,
aktivitas kuda pustaka dapat melakukan strategi, sebagai berikut. (a) Melibatkan
pemustaka dalam mengelola kuda pustaka, misalnya merekrut atau memberikan
jadwal kepada pemustaka untuk membantu menawarkan buku-buku koleksinya. Hal ini
dapat dilakukan dalam mengatasi terbatasnya pengelola atau sumber daya manusia
yang ada; (b) Lebih aktif mengajukan proposal untuk menarik dukungan
pemerintah. Adanya kebijakan perpustakaan desa, hal ini dapat dilakukan; (c) Menjalin
kerjasama dengan perpustakaan desa, hal ini dapat dilakukan dalam
mengantisipasi terbatasnya koleksi. Koleksi yang dimiliki perpustakaan desa
dapat ditawarkan bagi pemustakanya.
Keberadaan Kudapustaka, mengingatkan bahwa
perpustakaan tidak bergantung pada tingginya gedung ataupun banyaknya koleksi,
begitu juga bagi pengelolanya tidak bergantung pada gelar kesarjanaan. Pustaka pada akhirnya
memang harus dilihat sebagai kerja dan cinta, bukan cuma himpunan barang. Bangunan
perpustakaan yang bagus dan koleksi buku yang melimpah tentu saja penting,
namun yang lebih penting adalah gairah untuk membuat kumpulan bacaan itu bisa
hidup di benak para pembacanya.
Ridwan
Sururi sebagai pengelola dan Luna si Kudapustaka
Gunung Slamet membuktikan hal itu. Dengan koleksi buku yang tidak terlalu banyak,
sebagian besar adalah buku-buku bekas yang dibeli di pasar loak, telah membuat budaya membaca masyarakat
di desa lereng Gunung Slamet ini, tampak terus tumbuh. Hal ini memberi semangat
ke pengelola Kudapustaka untuk selalu mengunjungi mereka dan terus memperbanyak
koleksi bacaan. Gairah Luna di Lereng Gunung Slamet menunjukkan salah satu cara
untuk turut membangun negeri ini. Selanjutnya, apa yang telah kita berikan bagi
Indonesia tercinta?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar