REDEFINISI
PERPUSTAKAAN
Tulisan
ini, mengulas materi kuliah Bapak Ida
Fajar Priyanto, MA., Ph.D beberapa minggu yang lalu, “Definisi perpustakaan
sudah harus diubah, saat ini perpustakaan sudah sampai pada generasi kelima”.
Penanda generasi ini tidak ditekankan pada periodisasi masa atau rentang tahun,
namun lebih pada pola fikir atau fokus yang dilakukan perpustakaan. Sampai saat
ini dunia kepustakawanan sudah sampai
pada lima generasi. Generasi pertama dikenal dengan collection centric. Pada generasi kini, perpustakaan dikatakan
keren ketika koleksinya sampai sekian kilo meter. Kilo meter yang digunakan
adalah ukuran panjangnya (banyaknya) rak
yang dapat menampung koleksi sebuah perpustakaan. Semua ruang didominasi untuk
koleksi, mencapai 50%. Pustakawan fokus pada pengelolaan bahan pustaka, dan
hal-hal teknis lainnya.
Generasi
kedua Client –Focused, perpustakan mulai
fokus pada layanan dan mulai terlihat otomasi dalam perpustakaan. Otomasi
digunakan perpustakaan fokus untuk melayani pemustaka. Sering dikatakan juga
pada generasi ini perpustakaan fokus pada user-oriented.
Generasi ketiga dikenal dengan Experience-
centered, pada generasi ini perpustakaan menyadari bahwa pemustaka butuh suatu pengalaman. Untuk
memenuhi kebutuhan tersebut perpustakaan memberikan pengalaman yang
menyenangkan. Perpustakaan memberikan pengalaman yang menyenangkan. Perpustakaan
mendukung berbagai pengalaman belajar dengan menyediakan berbagai fasilitas
belajar, seperti library cafe. Perpustakaan
dapat memberikan kesan pertama, misalnya pada setiap tanggal 15 setiap
bulannya, perpustakaan membagikan makanan/ menu
khas tertentu yang berasal dari
suatu negara atau wilayah tertentu secara gratis bagi 10 pengunjung pertama
(misalnya). Hal ini dapat memberikan pengalaman bagus bagi pemustaka. Selain
itu mereka “penasaran dan pengen” dapat pengalaman lainnya di perpustakaan.
Generasi
keempat connected and collaborative learning experience, pada generasi ini
perpustakaan menyadari perannya tidak
hanya sebagai fasilitator. Dapat diketahui berdasar penelitian pola belajar
pemustaka telah berubah. Karena hal tersebut perpustakaan tidak hanya berperan
sebagai penghubung antara koleksi (bahan
perpustakaan) dan pemustaka dengan “baca
saja”, namun mempertemukan langsung dengan orang-orang yang ”ahli”. Untuk mendukung
hal ini, perpustakaan memberikan fasilitas tele
conference dan fasilitas menyenangkan lainnya.
Generasi
kelima disebut makerspace,
perpustakaan tidak saja memberikan fasilitas belajar dari “buku” namun sebagai TEMPAT UNTUK MENGERJAKAN SESUATU.
Sebagian dari kalimat terakhir perlu digarisbawahi karena empat kata tersebut
yang menjadi kunci redefinisi perpustakaan. Perpustakaan dapat dimanfaatkan
sebagai tempat untuk mengerjakan sesuatu, tidak hanya sebagai tempat belajar
yang identik dengan membaca buku. Pemustaka
dapat mempraktekkan apapun di perpustakaan.
Implikasi redefinisi perpustakaan terlihat
dari perubahan koleksi, inovasi, dan space lebih luas. Standard ruang 3,5 m2 setiap pemustaka, dapat dihitung
butuh berapa meter persegi luas perpustakaan. Kalau kita pengelola perpustakaan
perguruan tinggi dengan delapan fakultas, dengan jumlah mahasiswa sekian ribu. Perlu proses dan tentu saja kerja keras untuk
mencapai pada genersi kelima ini. Setidaknya pola pikir pustakawan sudah sampai pada generasi kelima.
Pustakawan itu memang harus punya jiwa
entreprenership jadi tangguh dalam menghadapi segala tantangan.
Bagaimana...,
sudahkah berubah definisi perpustakaan dalam pola pikir kita?, dan masuk dalam generasi berapa perpustakaan yang
kita kelola?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar