Selasa, 15 Desember 2015

REDEFINISI PERPUSTAKAAN



REDEFINISI PERPUSTAKAAN

Tulisan ini,  mengulas materi kuliah Bapak Ida Fajar Priyanto, MA., Ph.D beberapa minggu yang lalu, “Definisi perpustakaan sudah harus diubah, saat ini perpustakaan sudah sampai pada generasi kelima”. Penanda generasi ini tidak ditekankan pada periodisasi masa atau rentang tahun, namun lebih pada pola fikir atau fokus yang dilakukan perpustakaan. Sampai saat ini dunia kepustakawanan  sudah sampai pada lima generasi. Generasi pertama dikenal dengan collection centric. Pada generasi kini, perpustakaan dikatakan keren ketika koleksinya sampai sekian kilo meter. Kilo meter yang digunakan adalah  ukuran panjangnya (banyaknya) rak yang dapat menampung koleksi sebuah perpustakaan. Semua ruang didominasi untuk koleksi, mencapai 50%. Pustakawan fokus pada pengelolaan bahan pustaka, dan hal-hal teknis lainnya.
Generasi kedua Client –Focused, perpustakan mulai fokus pada layanan dan mulai terlihat otomasi dalam perpustakaan. Otomasi digunakan perpustakaan fokus untuk melayani pemustaka. Sering dikatakan juga pada generasi ini perpustakaan fokus pada user-oriented. Generasi ketiga dikenal dengan Experience- centered, pada generasi ini perpustakaan menyadari bahwa  pemustaka butuh suatu pengalaman. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut perpustakaan memberikan pengalaman yang menyenangkan. Perpustakaan memberikan pengalaman yang menyenangkan. Perpustakaan mendukung berbagai pengalaman belajar dengan menyediakan berbagai fasilitas belajar, seperti library cafe. Perpustakaan dapat memberikan kesan pertama, misalnya pada setiap tanggal 15 setiap bulannya, perpustakaan membagikan makanan/ menu  khas tertentu yang  berasal dari suatu negara atau wilayah tertentu secara gratis bagi 10 pengunjung pertama (misalnya). Hal ini dapat memberikan pengalaman bagus bagi pemustaka. Selain itu mereka “penasaran dan pengen” dapat pengalaman lainnya di perpustakaan.
Generasi  keempat connected and collaborative learning experience, pada generasi ini perpustakaan menyadari  perannya tidak hanya sebagai fasilitator. Dapat diketahui berdasar penelitian pola belajar pemustaka telah berubah. Karena hal tersebut perpustakaan tidak hanya berperan sebagai  penghubung antara koleksi (bahan perpustakaan) dan pemustaka dengan  “baca saja”, namun mempertemukan langsung dengan orang-orang yang ”ahli”. Untuk mendukung hal ini, perpustakaan memberikan fasilitas tele conference dan fasilitas menyenangkan lainnya.
Generasi kelima disebut makerspace, perpustakaan tidak saja memberikan fasilitas belajar dari “buku” namun sebagai TEMPAT UNTUK MENGERJAKAN SESUATU. Sebagian dari kalimat terakhir perlu digarisbawahi karena empat kata tersebut yang menjadi kunci redefinisi perpustakaan. Perpustakaan dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk mengerjakan sesuatu, tidak hanya sebagai tempat belajar yang identik dengan membaca buku.  Pemustaka dapat mempraktekkan apapun di perpustakaan.
 Implikasi redefinisi perpustakaan terlihat dari perubahan koleksi, inovasi, dan space lebih luas. Standard ruang  3,5 m2 setiap pemustaka, dapat dihitung butuh berapa meter persegi luas perpustakaan. Kalau kita pengelola perpustakaan perguruan tinggi dengan delapan fakultas, dengan jumlah mahasiswa sekian ribu.  Perlu proses dan tentu saja kerja keras untuk mencapai pada genersi kelima ini. Setidaknya pola pikir  pustakawan sudah sampai pada generasi kelima.  Pustakawan itu memang harus punya jiwa entreprenership jadi tangguh dalam menghadapi segala tantangan.
Bagaimana..., sudahkah berubah definisi perpustakaan dalam pola pikir kita?, dan  masuk dalam generasi berapa perpustakaan yang kita kelola?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar